PERKEMBANGAN DAN BIMBINGAN PESERTA DIDIK
A.
Pengertian Perkembangan
Dalam pengertian yang sederhana, perkembangan
– diterjemahkan dari development (bahasa Inggris) – menunjuk pada adanya
perubahan positif, lebih baik, lebih maju. Dengan kata lain, perubahan
merupakan substansi yang melekat dalam pengertian perkembangan. Hurlock
(Istiwidayanti dan Soedjarwo, 1991) mengemukakan bahwa perkembangan merupakan
serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses
kematangan dan pengalaman. Ini berarti, perkembangan terdiri atas serangkaian
perubahan yang bersifat progresif (maju), baik secara kuantitatif maupun
kualitatif. Perubahan kuantitatif disebut juga ”pertumbuhan” merupakan buah
dari perubahan aspek fisik seperti penambahan tinggi, berat dan proporsi badan
seseorang. Perubahan kualitatif meliputi perubahan aspek psikofisik, seperti
peningkatan kemampuan berpikir, berbahasa, perubahan emosi dan sikap, dll.
Selain perubahan ke arah penambahan atau peningkatan, ada juga yang mengalami
pengurangan seperti gejala lupa dan pikun. Jadi perkembangan bersifat dinamis
dan tidak pernah statis..
Terjadinya dinamika dalam perkembangan
disebabkan adanya ”kematangan dan pengalaman” yang mendorong seseorang untuk
memenuhi kebutuhan aktualisasi/ realisasi diri. Kematangan merupakan faktor
internal (dari dalam) yang dibawa setiap individu sejak lahir, seperti ciri
khas, sifat, potensi dan bakat. Pengalaman merupakan intervensi faktor
eksternal (dari luar) terutama lingkungan sosial budaya di sekitar individu.
Kedua faktor (kematangan dan pengalaman) ini secara simultan mempengaruhi
perkembangan seseorang. Seorang anak yang memiliki bakat musik dan didukung
oleh pengalaman dalam lingkungan keluarga yang mendukung pengembangan bakatnya
seperti menyediakan dan memberi les musik, akan berkembang menjadi seorang pemusik yang
handal. Perubahan progresif yang berlangsung terus menerus sepanjang hayat
memungkinkan manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana manusia hidup.
Sikap manusia terhadap perubahan berbeda-beda tergantung
beberapa faktor, diantaranya pengalaman pribadi, streotipe dan nilai-nilai
budaya, perubahan peran, serta penampilan dan perilaku seseorang.
1. Definisi Bimbingan
Dalam literatur asing kata guidance sering
disamakan dengan kata helping. Oleh karena itu, secara harfiah bimbingan
dapat diartikan sebagai suatu “tindakan menolong” atau “memberikan bantuan.”
Pertolongan atau bantuan yang dimaksudkan dalam bimbingan bukan dalam arti
memberikan sesuatu yang dibutuhkan, seperti memberi makanan kepada individu
yang lapar atau menuntun anak untuk menyeberang jalan. Bantuan atau pertolongan
yang dimaksud dalam bimbingan adalah memampukan individu agar ia dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri. Kebutuhan itu sendiri banyak ragamnya yang antara lain
dapat berupa kebutuhan untuk berteman, kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan
untuk mengaktualisasikan diri, kebutuhan untuk memperoleh penghargaan,
kebutuhan untuk menyesuaikan diri, dsb. Agar individu mampu untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya sendiri maka ia perlu memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang relevan. Untuk itu, bimbingan dapat diartikan sebagai suatu
usaha untuk memampukan individu agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya
sendiri dengan cara memberikan pengetahuan-pengetahuan dan membelajarkan
nilai-nilai, sikap, dan keterampilan.
Banyak ahli dan penulis dalam bidang bimbingan dan
konseling juga telah memberikan definisi konseptual tentang bimbingan.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh para mahasiswa konseling di
Amerika, ditemukan lebih dari 100 definisi bimbingan dalam literatur (Shetzer
& Stone, 1981). Definisi-definisi tersebut umumnya memperlihatkan beberapa
perbedaan tergantung dari sudut pandang ahli yang merumuskannya, meskipun
tujuan secara substansial mengandung tujuan yang sama. Untuk memberikan
gambaran yang lebih memadai tentang konsep bimbingan, berikut ini adalah
beberapa contoh definisi tentang bimbingan.
Suatu definisi yang tergolong klasik menyatakan bahwa,
Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang
yang telah terlatih dengan baik dan memiliki kepribadian dan pendidikan yang
memadai kepada individu dari berbagai kelompok usia agar individu tersebut
dapat mengelola kehidupannya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri,
membuat keputusan sendiri, dan menanggung sendiri konsekuensi dari pilihan atau
keputusan hidup yang telah dibuatnya (Crow & Crow, 1960).
Dalam penerapannya di sekolah, bimbingan didefinisikan
sebagai,
Suatu sistem yang komprehensif dari fungsi, pelayanan,
dan program sekolah yang dirancang untuk mempengaruhi perkembangan pribadi dan
kompetensi psikologis peserta didik. Jelas bahwa definisi ini menegaskan
kedudukan bimbingan sebagai komponen pendididikan. Sebagai komponen pendidikan,
maka bimbingan meliputi penerapan seperangkat perlakuan yang dirancang
untuk membantu peserta didik mencapai hasil-hasil perkembangan dan pendidikan
secara optimal. Demikian pula, sebagai suatu bentuk pelayanan pendidikan,
bimbingan, seperti halnya pengajaran, berisikan sejumlah fungsi dan
tindakan-tindakan yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik untuk mencapai
hasil-hasil perkembangan dan pendidikan (Aubrey, 1979; dalam Pietrofesa, dkk.,
1981).
Shertzer & Stone (1981) memberikan definisi yang
tampak sederhana namun jika definisi itu dijabarkan akan mengandung pengertian
yang sangat luas. Mereka mendefinisikan bimbingan sebagai proses membantu
individu agar dapat memahami diri dan mengarahkan dirinya.
Dalam sistem pendidikan di Indonesia, pengertian
bimbingan dapat dilihat antara lain dalam undang-undang yang mengatur
pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah seperti Undang-Undang Nomor 21
tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah No.
28 dan Nomor 29 tahun 1990 masing-masing tentang Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah. Sebagai contoh, dalam PP No. 28 disebutkan secara
ekpslisit bahwa pelayanan bimbingan oleh tenaga pendidik yang kompeten
merupakan bagian dari penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya dalam pasal 25
disebutkan bahwa bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa
(peserta didik) dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan
merencanakan masa depan.
Dalam Model Pengembangan Diri yang
dikeluarkan oleh pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2007) konseling
didefinisikan sebagai suatu pelayanan untuk peserta didik yang dapat
dilaksanakan secara individual maupun kelompok, untuk membantu peserta didik
agar mencapai kemandirian dan berkembang secara optimal dalam hubunganya dengan
kehidupan pribadi, akademik, sosial, dan karir, dan pelayanan ini dilaksanakan
melalui berbagai jenis layanann dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma
yang berlaku.
Salah satu problem yang dihadapi oleh para
praktisi konseling adalah membedakan antara konseling dan psikoterapi (psychotherapy).
Beberapa praktisi beranggapan bahwa mereka tidak perlu membedakan antara
konseling dan psikoterapi dan menggunakan kedua istilah tersebut secara sama.
Sedangkan beberapa praktisi yang lain merasa perlu untuk memisahkan antara
keduanya. Ini boleh jadi benar khususnya untuk para konselor sekolah yang
umumnya bukan psikoterapis. Banyak ahli juga menegaskan bahwa konseling dan
psikoterapi tak dapat benar-benar dipisahkan; konselor mempraktekkan apa yang
dikatakan oleh psikoterapis sebagai psikoterapi, dan psikoterapis mempraktekkan
apa yang dipandang oleh konselor sebagai konseling (Hahn, dalam George &
Cristiani, 1981).
wali kelas, orang tua, dan kepala sekolah; sedangkan
konseling hanya boleh dilaksanakan oleh tenaga yang telah terlatih dalam
pemberian layanan konseling, yakni konselor.
B. PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN
Selama beberapa tahun sejumlah prinsip-prinsip dasar
telah dikembangkan di dalam bidang bimbingan dan konseling sekolah.
Prinsip-prinsip tersebut dipandang sebagai suatu landasan bagi pengembangan dan
praktek model-model bimbingan (Pietrofesa, dkk., 1981), atau sebagai suatu
kerangka kerja filosofis di dalam mana program-program diorganisasikan dan
kegiatan-kegiatan bimbingan dikembangkan (Gibson & Mitchell, 1995; Shertzer
& Stone, 1981). Prinsip-prinsip dasar bimbingan merupakan suatu pedoman
yang berakar dari pengalaman dan nilai-nilai profesi, serta mewakili pandangan
dari mayoritas anggota profesi. Dapat dikatakkan, prinsip-prinsip dasar
bimbingan merupakan suatu asumsi mendasar atau suatu sistem keyakinan
berkenaan dengan profesi (peran, fungsi, dan kegiatan) bimbingan dan konseling.
Sejumlah penulis buku-buku bimbingan dan konseling telah
mengemukakan beberapa prinsip dasar bimbingan an konseling. Meskipun terdapat
sedikit keragaman dalam mengemukakan jumlah dan nama prinsip, namun secara
substansial pada hakekatnya sama. Berikut ini adalah dua contoh tentang
prinsip-prinsip dasar bimbingan untuk sekolah yang dikemukakan oleh Shertzer
& Stone (1981) dan Gibson & Mitchell (1995). Shertzer & Stone
(1981) mengemukakan enam prinsip bimbingan berikut:
Prinsip 1: Bimbingan berkenaan terutama dengan perkembangan
pribadi individu. Umumnya upaya pendidikan sekolah memusatkan perhatian
pada perkembangan intelektual. Komponen emosi dan pribadi menerima perhatian
hanya jika laju perkembangan intelektual terhambat. Kehas (1970) sangat
merekomendasikan bahwa pengembangan pribadi menjadi perhatian utama bagi para
praktisi bimbingan dan pengembangan intelektual menjadi fokus utama bagi para
guru. Karakteristik program bimbingan, dengan demikian harus diarahkan untuk
membantu siswa memperoleh pengetahuan tentang dirinya dan memahami
pengalamannya. Dengan cara demikian, bimbingan dapat dikonseptualisasikan
sebagai program sekolah yang memampukan setiap peserta didik untuk menciptakan
makna bagi kehidupannya.
Prinsip 2: bimbingan memuatkan perhatian pada dunia subyektif
peserta didik. Karena bimbingan berkenaan dengan perkembangan pribadi
siswa, maka pusat perhatian bimbingan adalah pada dunia pribadi peserta didik.
Para pembimbing/konselor menggunakan berbagai teknik asesmen dan data peserta
didik guna memahami dunia internal mereka. Oleh karena itu proses dan praktek
bimbingan harus dirancang untuk membantu peserta didik memhami dunia pribadi
(dunia subyektif) dan kondisi lingkungan eksternalnya dengan lebih baik.
Prinsip 3: bimbingan diarahkan pada kerjasama, bukan paksaan. Para
peserta didik tak dapat dipaksa untuk menerima bimbingan. Sebaliknya, bimbingan
harus dilaksanakan atas dasar persetujuan dan kerelaan dari individu-individu
yang terlibat. Persetujuan tersebut harus dinyatakan secara eksplisit dan
implisit. Jika peserta didik tidak bersedia untuk menerima menerima bantuan
atau mengikuti rujukan oleh guru atau orang tua, maka menjadi tugas pembimbing
untuk menangani keengganan atau penolakan peserta didik tersebut.
Bimbingan selalu tergantung pada motivasi individu untuk menerima bantuan dan
keinginan untuk berubah alih-alih pada tekanan, paksaan, atau ancaman
eksternal.
Prinsip 4: Setiap manusia memiliki kesanggupan untuk
mengembangkan dirinya sendiri. Banyak ahli dan praktis bimbingan
belakangan, khususnya yang menggunakan pendekatan humanistik, mengakui bahwa
individu memiliki kemampuan untuk mengaktualisasikan dirinyadan bahwa perilaku
dan sikap-sikap tertentu mempengaruhi dna dipengaruhi oleh semua bidang (aspek)
individu. Perubahan perilaku peserta didik paling baik terjadi melalui
keterlibatan aktif peserta didik.
Prinsip 5: bimbingan didsarkan pada hak-hak dan nilai-nilai
pribadi individu di samping kebebabsan individu untuk memilih. Setiap
individu adalah unik dan memiliki nilai-nilai, hak-hak pribadi, dan kebebasan
untuk membuat pilihan dan menentukan jalan hidupnya sendiri. Ini harus diterima
dan dihargai oleh para pembimbing. Penekanannya adalah pada nilai tertinggi dan
posisi sentral individu. Individu harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk
memilih tujuan hidupnya sendiri dan memilih cara untuk men capai tujuan
tersebut. Inti dari kebebasan adalah mandiri dalam membuat pilihan dan/atau
keputusan (self-determined). Kebebasan untuk membuat pilihan dan
melakukan aktivitas sesuai dengan pilihan tersebut aalah esensial bagi
perkembangan pribadi. Dengan menggunakan kebebasan itu maka anak akan
mengembangkan suatu perasaan tanggung jawab dan pengendalian diri.
Prinsip 6: bimbingan erupakan suatu proses pendidikan yang
berkelanjutan dan terus-menerus. Bimbingan harus dimulai dari jenjang
sekolah dasar hingga perguruan tinggi bahkan terus berlangsung sepanjang hayat
hidup individu. Untuk itu bimbingan harus diintegrasikan ke dalam pfogram
sekolah secara keseluruhan.
Gibson & Mitchell (1995) mengemukakan prinsip-prinsip
dasar yang lebih banyak, ykni 15 prinsip sebagai brikut:
1. Program-program bimbingan dan konseling sekolah harus
dirancang untuk melayani semua kebutuhan perkembangan dan penyesuaian dari
semua peserta didik.
2. Program bimbingan dan konseling harus berkenaan dengan
perkembangan total dari setiap peserta didik yang dilayani. Program ini harus
didasarkan pada suatu pengakuan bahwa perkembangan individu merupakan suatu
proses yang terus-menerus dfan berkelanjutan; dan oleh karena itu program
bimbingan dan konseling sekolah harus bersifat perkembangan.
3. Bimbingan dan konseling untuk peserta didik harus
dipandang sebagai suatu proses yang berkelanjutan dari sejak anak diterima
sebagai perserta didik hingga lulus.
4. Bimbingan dan konseling harus diberikan oleh tenaga (personil)
yang terlatih dan kompeten (profesional) dalam bidang bimbingan dan konseling
(ini tidak berarti bahwa paraprofesional tak dapat memberikan kontribusi dalam
bidang pelayanan bimbingan dan konseling).
5. Keefektifan suatu program bimbingan dan konseling
merupakan hal yang esensial, dan oleh karena itu setiap program bimbingan dan
konseling harus direncanakan dan dikembangkan secara khusus atas dasar
prinsip-prinsip ilmiah. (perlu diingat bahwa kegagalan suatu program tidak
hanya membuang waktu, tenaga, dan biaya tetapi dapat merugikan peserta didik
dalam arti mereka dapat menjadi lebih parah dan menderita).
6. Setiap program bimbingan dan konseling harus
merefleksikan keunikan dari kelompok populasi dan lingkungan yang dilayani.
Jadi, seperti halnya perbedaan individual, setiap program harus berbeda antara
program yang satu dengan lainnya.
7. Berkaitan dengan prinsip nomor tujuh di atas, setiap
program bimbingan dan konseling harus didasarkan pada atau didahului oleh suatu
asesmen yang sistematis tentang kebutuhan dan masalah peserta didik beserta
dengan seluruh latar belakangnya.
8. Suatu program pembelajaran yang efektif di sekolah
mempersyaratkan suatu program bimbingan dan konseling yang efektif. Pendidikan
yang baik dan bimbingan yang baik adalah saling berkaitan dan merupakan satu
kesatuan. Program pendidikan dan program bimbingan saling mendukung dan saling
mengisi satu sama lain untuk mendorong perkembangan setiap peserta didik.
9. Guru merupakan komponen yang ikut memainkan peran penting
dalam memfasilitasi dan mengefektifkan program-program bimbingan dan konseling
untuk peserta didik.
10.
Program bimbingan dan
konseling sekolah harus dapat dipertanggung jawabkan (accountable)
dengan cara memperlihatkan/memberikan bukti-bukti obyektif tentang nilai dan
hasil-hasil yang dicapai dari setiap program bimbingan dan konseling.
11.
Personil bimbingan
(pembimbing atau konselor) sekolah adalah anggota tim. Artinya, para
pembimbing/konselor sekolah harus berbagai atau membicarakan masalah-masalah
peserta didik dan program yang dikembangkannya dengan personil sekolah yang
lain seperti guru, kepala sekolah, psikolog sekolah (jika ada), perawat sekolah
(jika ada), dan tenaga kependidikan yang lain yang ada di sekolah tempat
bimbingan dan konseling dilaksanakan.
12.
Program bimbingan dan
konseling harus mengakui hak-hak dan kemampuan dari setiap peserta didik yang
dibantu khususnya yang berkenaan dengan pembuatan rencana dan pengambilan
keputusan.
13.
Program bimbingan dan
konseling sekolah harus menghargai nilai-nilai dan martabat dari dari setiap
peserta didik yang dilayanai.
14.
Program bimbingan dan
konseling sekolah harus mengakui keunikan dari setiap perserta didik dan
hak-hak bagi keunikan tersebut.
15.
Pembimbing sekolah harus
menjadi model peran bagi hubungan manusia yang positif – hubungan yang peniuh
penerimaan, tidak bias, dan
setara.
C. JENIS DAN SASARAN PROGRAM
Secara umum bimbingan dan konseling merupakan suatu
perangkat sistem perlakuan yang ditujukan untuk membantu setiap peserta didik
agar dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi dan keunikan yang
dimilikinya. Dalam konteks bimbingan dan konseling di Indonesia sebagaimana
terdapat dalam Panduan Pengembangan Diri Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), terdapat empat bidang perkembangan yang dijadikan sebagai sasaran
khusus dari pelayanan bimbingan dan konseling, yakni: akademik, karir, pribadi,
dan sosial. Berikut adalah deskripsi dari empat bidang tersebut.
1. Bimbingan Akademik
Dalam panduan model pengembangan diri yang dikeluarkan
oleh Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2007) dikemukakan bahwa bimbingan
akademik – disebut sebagai pengembangan kemampuan belajar – merupakan salah
satu bidang pelayanan bimbingan yang ditujukan untuk membantu peserta didik
mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan dan belajar
secara mandiri dan memecahkan berbagai permasalahan akademik. Dalam bentuknya
yang konkrit, bimbingan akademik diberikan untuk membantu peserta didik membuat
penyesuaian yang efektif dengan aspek-aspek dan tugas-tugas akademik seperti
mengenal dan menyesuaikan diri dengan kurikulum, memilih cara-cara yang efektif
untuk belajar dan menyelesaikan tugas-tugas belajar, memilih kegiatan
ekstrakurikuler yang sesuai, memilih jurusan yang sesuai, mencari dan
menggunakan sumber-sumber belajar, menangani kemalasan belajar, dsb. Winkel
& Hastuti (2004) juga menyatakan bahwa bimbingan akademik adalah bimbingan
untuk membantu peserta didik menemukan cara belajar yang tepat, memilih program
studi yang sesuai, dan mengatasi berbagai kesulitan yang timbul berkaitan
dengan tuntutan-tuntutan belajar.
Bimbingan akademik khususnya untuk membantu siswa agar
dapat mencapai prestasi yang tinggi di sekolah menjadi sangat penting, sebab
banyak bukti penelitian yang telah menegaskan adanya hubungan yang positif
antara keberhasilan hidup di kemudian hari dengan prestasi akademik, khususnya
prestasi yang dicapai pada masa remaja (Steinberg, 2002). Pentingnya peserta
didik perlu memiliki prestasi akademik yang tinggi juga dapat dikaitkan dengan
tuntutan masyarakat maju sekarang ini yang lebih menekankan pada kompetisi dan
keberhasilan. Capaian prestasi akademik juga memiliki dampak psikologis dan
sosial. Peserta didik yang dapat mencapai porestasi akademik tinggi cenderung
lebih percaya diri dan disenangi oleh orang-orang disekelilingnya dan dengan
demikian lebioh mungkin terhindar dari berbagai gangguan psikosiosial. Meskipun
demikian, hendaklah dipahami bahwa capaian prestasi akademik hanyalah salah
satu faktor dari sjumlah faktor yang mempengaruhi keberhasilan hidup individu
di kemudian hari.
2. Bimbingan Karir
Bimbingan karir merupakan kegiatan bimbingan yang secara
khusus ditujukan untuk membantu peserta didik agar dapat membuat pilihan dan
keputusan karir secara tepat. Dalam panduan model pengembangan diri yang
dikeluarkan oleh Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2007) dikemukakan bahwa
bimbingan karir – disebut pengembangan karir – merupakan suatu bidang pelayanan
yang ditujukan untuk membantu peserta didik dalam memahami dan menilai
informasi, serta memilih dan membuat keputusan karir. Menurut Nurihsan (2002),
bimbingan karir merupakan pelayanan bimbingan untuk membantu peserta didik
mengenal dan memahami dirinya, mengenal dunia kerja, dan mengembangkan masa depannya
sesuai dengan macam kehidupan yang diharapkannya sehingga pada kahirnya
individu dapat mewujudkan dirinya secara bermakna. Menurut Winkel & Hastuti
(2004), bimbingan karir adalah bimbingan yang ditujukan untuk membantu peserta
didik dalam rangka mempersiapkan dirinya menghadapi dunia pekerjaan, memilih
pekerjaan atau profesi tertentu serta membekali diri supaya siap memangku
pekerjaan yang dipilih, dan menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan dari
pekerjaan yang dipilih.
Bimbingan karir untuk para peserta didik tentunya belum
berkenaan dengan penyesuaian diri dengan tuntutan pekerjaan yang dipangku atau
dipilih karena mereka itu belum melaksanakan suatu pekerjaan. Bimbingan karir
di sekolah khususnya di sekolah dasar tentu saja lebih banyak berkenaan dengan
upaya membantu siswa mengenali diri dalam arti potensi dan karakteristik
pribadi dan berbagai macam pekerjaan yang ada di masyarakat pada
saat ini beserta dengan kecakapan yang dipersyaratkan untuk dapat melaksanakan
jenis-jenis pekerjaan tersebut dengan berhasil. Menurut teori
perkembangan karir dari Donald Super (1997), tugas perkembangan karir anak dan
remaja adalah melakukan eksplorasi karir. Pada akhir masa remaja, yakni ketika
akan meninggalkan bangku sekolah menengah atas, setiap individu seharusnya
telah membuat pilihan atau keputusan karir. Dengan demikian bimbingan karir di
SD diberikan untuk membantu peserta didik melakukan ekplorasi karir. Ekplorasi
ini dilaksanakan dengan berbagai kegiatan pencarian informasi dan orientasi.
Dalam teori Super tersebut juga ditegaskan bahwa karir meliputi banyak aspek
kehidupan dan pemilihan suatu pekerjaan hanyalah salah satunya. Juga ditegaskan
bahwa perkembangan karir berhubungan dengan perkembangan konsep diri. Oleh
karena itu, membantu peserta didik mengembangkan konsep diri positip dapat
merupakan bagian dari bimbingan karir di sekolah.
3. Bimbingan Pribadi
Bimbingan pribadi merupakan komponen pelayanan bimbingan
yang secara khusus dirancang untuk membantu individu menangani atau memecahkan
masalah-masalah pribadi. Yang tergolong masalah pribadi antara lain adalah
merasa kurang percaya diri, merasa cemas, merasa depresi, merasa frustrasi,
merasa tertekan, memiliki rasa malu yang berlebihan, memiliki dorongan agresif
yang kuat, kurang bisa konsentrasi, merasa malas dan tak bergairah untuk
belajar dan beraktivitas, mengalami gangguan tidur, tidak bisa menemukan
aktivitas untuk menyalurkan bakat, minat, hobi, dsb. Dalam panduan model
pengembangan diri yang dikeluarkan oleh Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas
(2007) dikemukakan bahwa bimbingan pribadi – disebut pengembangan kehidupan
pribadi – merupakan bidang pelayanan bimbingan yang dirancang untuk membantu
peserta didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan,
bakat dan minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan
kebutuhan dirinay secara realistik.
Berbagai permasalahan pribadi yang umum diperlihatkan
oleh anak usia SD antara lain adalah perasaan takut atau cemas, perasaan tidak
mampu, perasaan minder, kelelahan dan kurang bergairah untuk belajar (malas).
Bahkan menurut beberapa hasil penelitian di beberapa negara Barat, ditemukan
banyak anak usia SD yang mengalami gangguan depresi. Suatu penelitian yang
dilakukan terhadap para peserta didik di SD di Surabaya juga menemukan sejumlah
peserta didik kelas empat dan lima SD yang mengalami gangguan depresi
(Trilaksono, 2004).
4. Bimbingan Sosial
Bimbingan sosial adalah suatu bentuk pelayanan bimbingan
yang diarahkan untuk membantu peserta didik menangani berbagai permasalahan
sosial atau masalah yang muncul dalam hubungannya dengan orang lain. Berbagai
bentuk permasalahan sosial antara lain adalah menarik diri, terkucil atau tak
punya teman, sering cekcok dengan teman atau orang lain, tidak bisa berteman
atau bergaul dengan baik dengan orang lain, sering terlibat dalam perkelahian,
tidak bisa menerima hak-hak orang lain, dsb. Dalam panduan model pengembangan
diri yang dikeluarkan oleh Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2007)
dikemukakan bahwa bimbingan sosial – disebuat kemampuan pengembangan sosial
merupakan bidang pelayanan bimbingan yang diarahkan untuk membantu peserta
didik memahami, menilai, dan mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat
dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial
yang lebih luas.
Berbagai bentuk masalah sosial yang biasanya
diperlihatkan oleh peserta didik di SD umumnya diperlihatkan dalam bentuk
perilaku agresi anti sosial seperti perkelahian dengan teman dan berbagai
bentuk perilaku menyerang yang lain, pengucilan, pencurian, pencemaran
lingkungan, menentang, tidak patuh, dsb. Sekarang ini banyak ditemukan seju,lah
anak usia SD yang memperlihatkan berbagai bentuk perilaku tidak normatif dan
melecehkan teman maupun orang tua. Tidak jelas apakah ini berkaitan dengan
kurang ketatnya pendidikan dalam keluarga dan internalisasi nilai-nilai oleh
orang tua pada anak atau karena maraknya model-model perilaku agresif yang
diperlihatkan oleh media, atau karena sekolah kurang memberikan perhatian yang
memadai terhadap pendidikan budi pekerti anak. Berkaitan dengan ini, pendidikan
budi pekerti dapat menjadi bagian dari program bimbingan sosial
anak.
D. KOMPONEN PROGRAM
Berbagai bidang pelayanan bimbingan sebagaimana
dikemukakan di atas dapat diberikan melalui berbagai bentuk pelayanan. Winkel
& Hastuti (2004) mengemukaan sejumlah pelayanan bimbingan dan konseling
yang disebutnya sebagai komponen program bimbingan, yang meliputi layanan
pengumpulan data, layanan informasi dan oriantasi, layanan penempatan, layanan
konseling, layanan konsultasi, dan layanan evaluasi. Apa yang dikemukakan oleh
Winkel dan Hastuti tersebut mewakili bentuk pelayanan tradisonal bimbingan dan
konseling (Gibson dan Mitchell, 1995). Sedangkan Shertzer dan Stone
(1981) mengemukakan enam komponen utama yang menjadi bidang pelayanan bimbingan
dan konseling sekolah, yakni: Berikut adalah deskripsi
singkat dari masing-masing bidang pelayanan tersebut.
1. Layanan Pengumpulan Data
Layanan pengumpulan data juga sering disebut dengan
layanan apraisal atau asesmen individual. Layanann ini diberikan untuk
membantu peserta didik mengenali potensi dan karakteristik dirinya melalui
suatu prosedur yang sistematis. Layanan ini sering dipandang sebagai layanan
mendasar dari seluruh kegiatan bimbingan karena memberikan data dasar yang
akan/dapat digunakan oleh pembimbing/konselor untuk memahami setiap peserta
didik dan mengembangkan program-program bimbingan yang relevan, dalam arti
sesuai dengan masalah, kebutuhan, minat, dan potensi peserta didik. Layanan
pengumpulan data dilakukan dengan mengadministrasikan berbagai teknik dan
instrumen pengumpul data, baik teknik tes maupun non tes. Teknik tes dibedakan
dalam bentuk tes terstandar (umumnya dalam bentuk tes psikologis yang sudah
dibakukan) dan tidak terstandar tes tidak terstandar (tes yang dikembangkan
sendiri untuk mengukur data tertentu pada waktu tertentu). Teknik-teknik non
tes dapat berupa pengamatan atau observasi, wawancara, laporan diri (di antara
teknik laporan diri yang sering digunakan adalah inventori dan angket).
Tentang berbagai teknik pengumpul data ini akan diberikan penjelasan secara
rinci melalui bab tersendiri.
2. Layanan Informasi
Layanan informasi adalah layanan bimbingan yang ditujukan
untuk memberi informasi yang relevan, obyektif dan aktual kepada peserta didik
tentang berbagai hal yang berkaitan dengan dirinya dan lingkungannya. Secara
operasional, layanan informasi dapat diberikan dalam bentuk pemberian informasi
tentang proses perkembangan, bakat dan minat, perkembangan dan tuntutan karir
di masyarakat, kurikulum, program studi, bahaya narkoba, cara belajar efektif,
etika pergaulan, tata tertib sekolah, program ekstra kurikuler sekolah,
berbagai organisasi yang ada di masyarakat, dsb. Kegiatan ini dapat diberikan
secara langsung pada siswa melalui pertemuan tatap muka diu kelas, atau secara
tidak langsung melalui brosur, papan bimbingan, atau melalui teknologi dan
media bimbingan yang lain. Termasuk dalam layanan informasi ini adalah layanan
orientasi, yakni layanan bimbingan untuk membantu peserta didik mengenali dan
memahami obyek belajar dan lingkungan baru sehingga mereka dapat menyesuaikan
dirinya dengan baik. Salah satu contoh layanan orientasi adalah memperkenalkan
siswa baru dengan lingkungan sekolah beserta dengan segala seluk beluknya
(kurikulum, kegiatan intra dan ekstrakurikuler, tata tertib, layanan bimbingan
sekolah, laboratorium yang ada, dsb.).
3. Layanan Penempatan dan Penyaluran
Layanan penempatan dan penyaluran tan bimbingan yang
ditujukan untuk membantu peserta didik menemukan atau memperoleh lingkungan
belajar yang tepat dalam arti kondusif untuk mendorong prestasi dan
perkembangan dirinya. Dalam bentuknya yang konkrit, layanan ini dapat berupa
aktivitas membantu peserta dirik untuk memilih dan memperoleh kelompok belajar
yang tepat, menempatkan peserta didik di kelas yang tepat, menyalurakan peserta
didik dalam kegiatan intra dan ekstra kurikuler sesuai dengan bakat dan
minatnya, menempatkan peserta didik di bangku yang tepat sehingga ia dapat
menerima pelajaran dan berkonsentrasi dengan baik, dsb. Layanan penempatan ini
tentu saja didasarkan pada pemahaman yang akurat tentang siswa dan pemahaman
ini didasarkan pada data yang diperoleh dari kegiatan layanan pengumpulan data.
4. Layanan Konseling
Layanan konseling berkenaan dengan up[aya membantu
peserta didik untuk menangani berbagai permasalahan yang sedang dihadapinya
baik masalah pribadi, akademik, karir, atau sosial melalui konseling (lihat
definisi konseling pada unit 1). Konseling harus diberikan oleh tenaga
profesional (memiliki kompetensi dan lisensi untuk melakukannya), disebut
konselor. Oleh karena itu tenaga kependidikan lain di luar konselor tidak
boleh memberikan konseling kecuali mereka memiliki sertifikat dan lisensi yang
mengijinkannya untuk memberikan konseling. Sertifikat dan lisensi untuk
memberikan konseling dapat diperoleh melalui pendidikan pada program S1
bimbingan dan konseling atau melalui pendidikan profesi konselor. Konseling
dapat diberikan melalui format individual (konselor mengkonseling satu orang
peserta didik) atau melalui format kelompok (konselor mengkonseling dua atau
lebih peserta didik). Tentang apakah konselor akan menggunakan format individual
atau kelompok tergantung pada beberapa hal seperti karakteristik masalah dan
pribadi peserta didik, jumlah peserta didik yang mendesak untuk segera
ditangani, kesanggupan konselor, dan waktu yang tersedia). Dalam beberapa hal,
konseling dengan format kelompok (disebut konseling kelompok) dipandang lebih
efisien dibandingkan dengan konseling dengan format individual (disebut
konseling individual), sebab dalam waktu yang bersamaan konselor dapat
menangani sejumlah peserta didik sekaligus.
5. Layanan Konsultasi
Konsultasi merupakan suatu proses membantu peserta didik
melalui pihak ketiga atau membantu suatu sistem untuk meningkatkan pelayanannya
kepada klien. Terdapat dua model konsultasi yang populer (biasa digunakan),
yakni model triadik dan model proses. Dalam model triadik,
konselor membantu pihak ketiga (misalnya orang tua) untuk menangani anak mereka
yang sering membuat ulah (troubel maker) atau tergolong
nakal (delinquent), atau membantu guru untuk manangani kesulitan siswa
dalam menerima pelajaran. Dalam model proses, perhatian diberikan pada proses
yang digunakan oleh suatu sistem atau lembaga dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Dalam layanan konsultasi, peran konselor adalah sebagai konsultan bagi pihak
ketiga dan tidak secara langsung berhubungan dengan individu yang dibantu.
Dapat dikatakan, layanan konsultasi di sekolah merupakan suatu bentuk layanan
bimbingan yang ditujukan untuk membantu pihak lain (orang tua dan guru)
memperoleh pemahaman yang memadai tentang peserta didik dan cara-cara yang
perlu dilakukan untuk menangani kondisi atau masalah peserta
didik.
6. Layanan Evaluasi
Layanan evaluasi tidak diberikan kepada siswa tetapi
dilakukan untuk menilai keterlaksanaan, keefektifian, dan efisiensi
program-program bimbingan dan konseling itu sendiri. Idealnya dilakukan dua
macam evaluasi terhadap pelaksanaan program bimbingan dan konseling, yakni
evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses dilaksanakan untuk
memperoleh data guna menilai keterlaksanaan fungsi-fungsi bimbingan. Evaluasi
proses memberikan data-data yang dapat digunakan untuk menimbang apakah
prosedur-prosedur bimbingan dapat terus dilanjutkan, dimodifikasi, atau
dihentikan dan diganti dengan prosedur lain. Sedangkan evaluasi hasil
dilaksanakan untuk mengumpulkan data guna menimbang nilai guna (keefektifan)
dari program, dalam arti apakah implementasi program dapat memberikan dampak
positif yang dibuktikan oleh adanya perubahan perilaku pada diri peserta didik
yang dilayani. Dengan demikian, evaluasi proses menyerupai evaluasi formatif
dan evaluasi hasil menyerupai evaluasi sumatif dalam bidang pembelajaran.
Dalam model pengembangan diri yang dikeluarkan oleh Pusat
Kurikulum balitbang Depdiknas (2007), selain beberapa bentuk pelayanan tersebut
juga disebutkan bentuk pelayanan penguasaan konten dan pelayanan mediasi.
Pelayanan penguasaan konten adalah layanan yang diberikan untuk membantu
peserta didik menguasai konten tertentu, khususnya kompetensi dan/atau kebiasaan
yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga, mdan masyarakat. Sedangkan
layanan mediasi ditujukan untuk membantu peserta didik menyelesaikan
permasalahan dan memperbaiki hubungan antara mereka. Pada hakekatnya, layanan
konten dan mediasi hanyalah semacam perluasan dari layanan yang sudah dan tidak
begitu signifikan, karena apa yang menjadi sasaran layanan penguasaan konten
dan mediasi telah dapat diselesaikan melalui layanan informasi, konseling, atau
konsultasi.
E. FUNGSI BIMBINGAN DAN KONSELING
Bimbingan dan konseling di sekolah memiliki beberapa
fungsi. Sesuai dengan kedudukannya sebagai salah satu komponen sekolah yang
mengurusi bidang pembinaan pribadi peserta didik, bimbingan dan konseling
sekolah setidaknya memiliki tiga fungsi utama, yakni: pencegahan, penanganan,
dan pengembangan. Berikut adalah deskripsi dari masing-masing fungsi tersebut.
1. Fungsi Pencegahan (Prefentif)
Fungsi pencegahan atau fungsi prefentif berkenaan dengan
upaya-upaya menghindarkan peserta didik dari kemungkinan mengalami kesulitan
atau hambatan perkembangan. Berkaitan dengan fungsi ini, bimbingan dan
konseling sekolah harus merancang dan mengembangkan program-program untuk
membentuk kepribadian dan lingkungan belajar sedemikian rupa sehingga peserta didik
dapat terhindar dari kemungkinan mengalami kesulitan akademik, pribadi, karir,
maupun sosial. Sebagai contoh, untuk mencegah peserta didik dari penyalahgunaan
narkoba, bimbingan dan konseling di sekolah dapat merancang dan
mengadministrasikan berbagai program berikut: memberikan layanan informasi
tentang jenis-jenis dan efek merusak narkoba pada fisik dan mental;
memberikan pendidikan dan pelatihan untuk mengembangkan harga diri (self-esteem)
dan konsep diri positif pada diri peserta didik; mendorong peserta didik untuk
berteman dengan orang yang tidak terlibat dalam penyalahgunaan narkoba;
memberikan latihan asertif pada peserta didik agar mereka mampu berkata ‘tidak”
terhadap ajakan untuk menggunakan narkoba, dsb. Demikian pula, untuk
menghindarkan peserta didik dari kemungkinan mengalami kesulitan belajar,
bimbingan dan konseling sekolah dapat merancang dan melaksanakan program
berikut: pemberian layanan informasi dan orientasi tentang kurikulum sekolah;
pemberian informasi tentang cara belajar efektif; pemberian informasi tentang
studi lanjut; memberikan konsultasi kepada sekolah untuk menciptakan
lingkungan sekolah yang kondusif untuk belajar dan bermain; memberikan
konsultasi kepada guru untuk memilih metode pembelajaran yang dapat merangsang
motivasi belajar peserta didik.
2. Fungsi Penanganan/Pengentasan (Kuratif)
Fungsi penanganan sering juga disebut dengan fungsi
kuratif, pengentasan, pemecahan, atau penanggulangan. Keberadaan bimbingan dan
konseling di sekolah diharapkan dapat menjadi komponen sekolah yang efektif
untuk membantu peserta didik menangani atau memecahkan berbagai kesulitan yang
dihadapinya, baik kesulitan yang bersifat pribadi, akademik, sosial, maupun
karir. Meskipun telah dilakukan upaya-upaya pencegahan, itu tidak berarti semua
peserta didik dapat terhindar dari permasalahan atau kesulitan. Selalu saja
dapat ditemukan sejumlah peserta didik yang memperlihatkan gejala perilaku yang
mengindikasikan adanya kesulitan. Fungsi penanganan dapat diwujudkan melalui
layanan konseling, layanan konsultasi, atau layanan bimbingan kelompok.
3. Fungsi Pengembangan
Telah dikemukakan dalam prinsip-prinsip bimbingan bahwa
bimbingan dan konseling tidak hanya diberikan kepada peserta didik yang
mengalami kesulitan saja, tetapi kepada semua peserta didik. Ini sesuai dengan
tujuan umum dari penyelenggaraan pendidikan sekolah, yakni membantu setiap
peserta didik agar dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang
dimilikinya. Bimbingan dan konseling sekolah harus dapat memberikan kontribusi
kepada sekolah untuk mencapai tujuan tersebut. Ini dapat dilakukan dengan cara
mengembangkan program-program pengembangan kepribadian siswa, program
penempatan dan penyaluran siswa pada berbagai kegiatan intra dan ekstra
kurikuler sesuai dengan bakat, minat, dan karakteristik kepribadiannya; atau
merancang kegiatan ekstrakuler dan kegiatan bimbingan yang lain untuk tujuan
menyalurkan minat dan mendorong realisasi potensi dan bakat-bakat khusus
peserta didik.
C. Pengertian Peserta Didik
Peserta didik dalam arti luas adalah setiap orang yang terkait dengan proses
pendidikan sepanjang hayat, sedangkan dalam arti sempit adalah setiap siswa
yang belajar di sekolah (Sinolungan, 1997). Departemen Pendidikan Nasional
(2003) menegaskan bahwa, peserta didik adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan dirinya melalui jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
Peserta didik usia SMP adalah semua anak yang berada pada rentang usia sekitar
13-15 tahun yang sedang berada dalam jenjang pendidikan SMP.
Komentar