ane hari ini bakal kuliah telaah kurikulum dan disuruh menganalisis tentang kurikulum 2013 dan ktsp yang ane bahas sekarang ini kurikulum 2013 atau kurtilas sama aja dah inti nya mah, di juga bersumbar dari beberapa sumber ane gabungin gan semoga bermanfaat buat agan agan yang lagi nyari tugas analisis kurikulum kaya ane cekidot gan sedot :D
KONSEP DAN ANALISIS KURIKULUM 2013
Pendahuluan
Kurikulum dan pendidikan merupakan dua konsep yang
harus dipahami terlebih dahulu sebelum membahas mengenai pengembangan
kurikulum. Sebab, dengan pemahaman yang jelas atas kedua konsep tersebut
diharapkan para pengelola pendidikan, terutama pelaksana kurikulum, mampu
melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Kurikulum dan Pendidikan bagaikan
dua keping uang, antara yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan
tak bisa terpisahkan.
Secara kodrati, manusia sejak lahir telah mempunyai
potensi dasar (fit}rah)[1] yang harus ditumbuhkembangkan agar fungsional bagi
kehidupannya di kemudian hari. Untuk itu, aktualisasi terhadap potensi tersebut
dapat dilakukan usaha-usaha yang disengaja dan secara sadar agar mencapai
pertumbuhan dan perkembangan secara optimal.[2]
Pendidikan, sebagai usaha dan kegiatan manusia
dewasa terhadap manusia yang belum dewasa, bertujuan untuk menggali
potensi-potensi tersebut agar menjadi aktual dan dapat dikembangkan.[3] Dengan
begitu, pendidikan adalah alat untuk memberikan rangsangan agar potensi manusia
tersebut berkembang sesuai dengan apa yang diharapkan. Dengan berkembangnya
potensi-potensi itulah manusia akan menjadi manusia dalam arti yang sebenaruya.
Di sinilah, pendidikan sering diartikan sebagai upaya manusia untuk memanusiakan
manusia. Sehingga mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia dan menjadi warga
negara yang berarti bagi suatu negara dan bangsa.[4]
Pendidikan dapat terjadi melalui interaksi manusia
dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial. Proses interaksi
tersebut akan berlangsung dan dialami manusia selama hidupnya. Interaksi
manusia dalam lingkungan sosialnya menempatkan manusia sebagai mahluk sosial.
Yakni, makhluk yang saling memerlukan, saling bergantung, dan saling
membutuhkan satu sama lain, termasuk ketergantungan dalam hal pendidikan. Di
samping itu, manusia sebagai makhluk sosial terikat dengan sistem sosial yang
lebih luas.[5]
Sekolah, sebagai bagian dari sistem pendidikan
nasional, tidak dapat dipisahkan dari sistem kehidupan sosial yang lebih luas.
Artinya, sekolah itu harus mampu mendukung terhadap kehidupan masyarakat
Indonesia yang lebih baik. Dalam pendidikan sekolah, pelaksanaan pendidikan
diatur secara bertahap atau mempunyai tingkatan tertentu. Dalam sistem
pendidikan nasional, jenjang pendidikan dibagi menjadi pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Masing-masing tingkatan itu
mempunyai tujuan yang dikenal dengan tujuan institusional atau tujuan
kelembagaan, yakni tujuan yang harus dicapai oleh setiap jenjang lembaga
pendidikan sekolah. Semua tujuan institusi tersebut merupakan penunjang
terhadap tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Saat ini pemerintah melalui Kemendikbud
mengamanatkan kepada seluruh institusional kelembagaan pendidikan untuk
mentrapkan pendidikan berbasis karakter,[6] Dewasa ini berkembang tuntutan
untuk perubahan kurikulum pendidikan yang mengedepankan perlunya membangun
karakter bangsa. Hal ini didasarkan pada fakta dan persepsi masyarakat tentang
menurunnya kualitas sikap dan moral anak-anak atau generasi muda.
Pada saat ini yang diperlukan adalah kurikulum
pendidikan yang berbasis karakter; dalam arti kurikulum itu sendiri memiliki
karakter, dan sekaligus diorientasikan bagi pembentukan karakter peserta didik.
Perbaikan kurikulum merupakan bagian tak terpisahkan dari kurikulum itu sendiri
(inherent), bahwa suatu kurikulum yang berlaku harus secara terus-menerus
dilakukan peningkatan dengan mengadopsi kebutuhan yang berkembang dalam
masyarakat dan kebutuhan peserta didik, guna meminimalisir tingkat
kriminallitas yang tak jarang lagi hal ini terjadi pada anak bangsa yang
tergolong masih remaja. Usaha pemerintah ini terbukti dengan merancang
munculnya “Kurikulum 2013” yang saat ini masih menjadi bahan uji coba
public akan kelayakan kurikulum tersebut.
Dengan adanya deskripsi diatas, penulis mencoba
untuk menganalisa kurikulum 2013 tersebut dengan pendekatan beberapa teori dan
Mazhab-mazhab filsafat pendidikan seperti; Idealisme, Realisme,
Materialisme, Pragmatisme, Eksistensialisme, Progresivisme, Perenialisme,
Esensialisme, dan Rekonstruksionalisme.
Konsep Kurikulum 2013
Konsep kurikulum 2013 berkembang sejalan dengan
perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran
atau teori pendidikan yang dianutnya. Yang perlu mendapatkan penjelasan dalam
teori kurikulum adalah konsep kurikulum. Berbicara konsep kurikulum baru
2013 sebenarnya dapat dianggap tidak membawa sesuatu yang baru. Konsep
kurikulum baru ini dinilai sudah pernah muncul dalam kurikulum yang dulu pernah
digunakan.
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Golkar,
Ferdiansyah, mengatakan bahwa konsep proses pembelajaran yang mendorong agar
siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar ini sebenarnya sudah diterapkan
pada puluhan tahun silam dengan nama Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
.Namun tinjauan penulis terkait konsepsi kurikulum,
stidaknya Ada tiga konsep tentang kurikulum 2013, kurikulum sebagai
substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi.[7]
Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi.
Kurikulum dipandang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di
sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu
kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang
tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu
kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil
persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan
pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup
tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
Konsep ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan konsep kurikulum sebelumnya,
namun dalam kurikulum 2013 ini lebih bertumpu kepada kualitas guru sebagai
implementator di lapangan. Pendapat ini mengemuka dalam diskusi tentang
Kurikulum 2013 yang diinisiasi Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda, di
Utrecht, Belanda, beberapa waktu lalu.
"Kualitas guru perlu diperhatikan, dan guru
juga tidak boleh menjadi pribadi yang malas dan berhenti belajar,"
demikian dilansir situs PPI Belanda, Senin (7/1/2013).
Menurut peserta diskusi, yakni pelajar dan
masyarakat Indonesia di Utrecht, Belanda, sistem pendidikan perlu harus
mencegah terjadinya kemalasan guru akibat yang bersangkutan telah mendapatkan
sertifikasi. Mereka menilai, alangkah baiknya jika sertifikasi guru tidak
dibuat untuk seumur hidup, tetapi diperbaharui secara berkala layaknya
surat izin mengemudi (SIM). Dengan begitu, guru selalu terpacu untuk
meningkatkan kualitasnya secara berkala.
Satu poin positif yang disampaikan peserta diskusi
adalah langkah pemerintah yang berencana membuat kembali buku panduan utama
(babon) bagi siswa dan pedoman pengajaran bagi guru dinilai tepat. Mereka
menyarankan, buku ini juga berisi tautan elektronik (link) tentang beragam
pengetahuan tambahan yang bisa didapatkan guru dan siswa dari internet.[8]
Konsep kedua, adalah kurikulum 2013 sebagai suatu
sistem, yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem
persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem
kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara
menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya.
Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan
fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap
danamis.
Konsep ini juga dapat dipastikan mengalami prubahan
dari konsep kurikulum yang sebelumnya, sebab wacana pergantian kurikulum dalam
sistem pendidikan memang merupakan hal yang wajar, mengingat perkembangan alam
manusia terus mengalami perubahan. Namun, dalam menentukan sistem yang baru
diharapakan para pembuat kebijakan jangan asal main rubah saja, melainkan harus
menentukan terlebih dahulu kerangka, konsep dasar maupun landasan filosofis
yang mengaturnya.
Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi
yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum
dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi
adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang
mendalami bidang kurikulum, mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum.
Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan,
mereka menemukan hal-hal baru yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi
kurikulum.[9]
Berubahnya kurikulum KTSP ke kurikulum 2013 ini
merupakan salah satu upaya untuk memperbaharui setelah dilakukannya penelitian
untuk pengembangan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak bangsa dan atau
generasi muda.
Anailisis Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 adalah nama baru dari berbagai nama atau istilah yang
disandangkan pada kurikulum sebelum-sebelumnya, istilah baru ini tentunya
merupakan upaya pemerhati ahli terhadap kurikulum untuk kemajuan dan kebutuhan
dimasa mendatang. Sebagai alasan mengapa kurikulum harus berubah adalah, untuk
mempersiapkan generasi sekarang agar mampu menjawab tantangan masa depan
Indonesia. Tuntutan masa depan berubah-ubah, maka kita perlu menyesuaikan
kurikulum pendidikan kita.
Mengapa harus berubah? Berangkat dari sebuah
pertanyaan ini, maka setidaknya ada empat poin yang ingin penulis
tawarkan pada analisis kurikulum ini, sebagai jawaban dari pertanyaan mendasar
yang ada dimuka:
a. Kurikulum
2013 harus perlu berubah untuk mempersiapkan generasi sekarang agar mampu
menjawab tantangan masa depan Indonesia. Tuntutan masa depan berubah,[10] maka
kita perlu menyesuaikan kurikulum pendidikan kita.
b. Substansi perubahan
kurikulum 2013 adalah perubahan pada: Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi
(kompetensi inti dan kompetensi dasar), Standar Proses, dan Standar
Penilaian.[11]
c. Menurut Pak
Wamen Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim Perubahan
kurikulum merupakan keharusan. Kualitas pendidikan Indonesia sudah sangat jauh
tertinggal dibandingkan dengan negara lain.[12] Perubahan kurikulum ini untuk
mengatasi ketertinggalan Indonesia. ”Jika penerapan kurikulum ditunda, akan
lebih lama kita mengejar ketertinggalan dari negara lain.
d. Dengan kurikulum
baru diharapkan menghasilkan lulusan dengan kompetensi tinggi dan berpikir
analitis.
Berikut ini sebagai saran atau keritk kepada
perencana atau pemerintah kaitannya dengan kurikulum 2013; Pertama, Mengapa
kompetensi anak-didik kita tertinggal jauh dari negara-negara lain? Mengapa
mereka tidak mampu berpikir analitis? Mungkin karena metode pembelajaran kita
selama ini: ceramah, menghafal, belajar untuk lulus ujian (termasuk UN). Jadi
yang lebih mendesak adalah (a) memberdayakan para guru untuk mengajar dengan
menekankan observasi, analisa, menalar dan refleksi; (b) memperbaiki sistem
evaluasi dalam dunia pendidikan kita: menghapus pelaksanaan Ujian Nasional.
Kedua, Perlu dibuat riset ilmiah: apakah karena kualitas guru-guru atau
kualitas kurikulum? Jangan-jangan kurikulum sudah bagus (CBSA, KBK dan KTSP)
hanya tidak didukung dengan pemberdayaan guru. Juga setiap kurikulum itu tidak
ada petunjuk teknis pelaksanaannya. Jadi masalah dunia pendidikan kita bukan
membuat kurikulum baru. Tapi menjalankan dengan baik kurikulum yang sudah ada.
Lebih mendesak adalah pemberdayaan guru (kompetensinya) dan sekaligus
kesejahteraannya. Ketiga, Pemerintah perlu membuat evaluasi terhadap
pelaksanaan kurikulum KBK dan KTSP lebih dulu. Berdasar ini baru kita
mengetahui apa yang perlu diubah lebih awal agar kita dapat meningkatkan mutu
pendidikan nasional.
Adapun perubahan-perubahan yang ada dalam kurikulum
2013 dari kurikulum sebelumnya antara lain adalah;
1. Perubahan Standar
Kompetensi Lulusan
Penyempurnaan Standar Kompetensi Lulusan
memperhatikan pengembangan nilai, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu
dengan fokus pada pencapaian kompetensi. Pada setiap jenjang pendidikan,
rumusan empat kompetensi inti (penghayatan dan pengamalan agama, sikap,
keterampilan, dan pengetahuan) menjadi landasan pengembangan kompetensi dasar
pada setiap kelas.
2. Perubahan Standar
Isi Perubahan Standar Isi dari kurikulum sebelumnya yang mengembangkan
kompetensi dari mata pelajaran menjadi fokus pada kompetensi yang dikembangkan
menjadi mata pelajaran melalui pendekatan tematik-integratif (Standar Proses).
3. Perubahan Standar
Proses
Perubahan pada Standar Proses berarti perubahan
strategi pembelajaran. Guru wajib merancang dan mengelola proses pembelajaran
aktif yang menyenangkan. Peserta didik difasilitasi untuk mengamati, menanya,
mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta.
Sebagai catatan dari adanya perubahan ini; (1)
Perubahan metode mengajar ini hanya mungkin dilakukan ketika para guru
menguasai metode-metode mengajar yang efektif. Jadi guru perlu diberdayakan
sehingga menguasai bidang yang diajarkannya dengan baik sekaligus trampil
menyampaikan topik itu dengan cara yang menarik, sederhana, mengasyikkan dan
membuat anak didik paham. (2) Untuk mencapai perubahan proses ini, guru perlu
dilatih terus-menerus (didampingi selama proses belajar-mengajar). Calon-calon
guru yang sedang belajar di Perguruan Tinggi juga dilatih standar proses ini
sesuai dengan bidang yang diampunya.
4. Perubahan Standar
Evaluasi
Penilaian yang mengukur penilaian otentik yang
mengukur kompetensi sikap, keterampilan, serta pengetahuan berdasarkan hasil
dan proses. Sebelumnya ini penilaian hanya mengukur hasil kompetensi.
Beberapa Konsekwensi akibat dari perubahan substansi
tersebut adalah:
a. Penambahan
Jumlah jam belajar di SD
Beberapa perubahan drastis ada dalam kurikulum 2013,
di antaranya waktu belajar ditambah, tetapi jumlah mata pelajaran dikurangi. Di
tingkat SD, dari 10 mata pelajaran (mapel) menjadi 6 mapel, yaitu Bahasa
Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan, Agama, Matematika, Sosial Budaya, dan
Olahraga.Pelajaran IPA dan IPS ditiadakan, diintegrasikan ke mapel lain. ”Obyek
kurikulum baru ini adalah fenomena alam, fenomena sosial dan budaya”.[13] Dan
Kls 1-2 SD: Jumlah jam pelajaran sebelumnya adalah SD 26 jam/minggu menjadi 32
jam/minggu.
Namun hal ini Perlu dipikirkan secara serius: Apakah
ini sungguh membuat anak-anak kita makin siap menghadapi tantangan masa depan?
– Judul artikel KOMPAS: Target Kurikulum 2013 tidak tegas dan abstrak.[14]
Dan Anak lebih banyak tinggal di sekolah. Keadaan
konkritnya, anak bangun pagi jam 5, berangkat ke sekolah jam 6 – sudah di
sekolah jam 7 dan kemudian kembali lebih lama dari yang selama ini karena ada
penambahan jam tinggal di sekolah. Anak juga masih perlu mengerjakan PR di
rumah atau mengikuti les. Jadi perlu dipikirkan bagaimana dampak penambahan jam
pelajaran ini pada anak-anak kita.
b. Penambahan jumlah
jam belajar di SMP
Perubahan jumlah jam belajar di SMP adalah; (1)
Jumlah jam belajar siswa SMP berubah dari 32 jam/minggu menjadi 38 jam
perminggu. (2) Kalau belajar 5 hari – berarti setiap hari anak belajar 8 jam
setiap hari. Apa ini tidak penat? Perlu disiapkan makan siang anak dan guru.
Jika perubahannya demikian, maka; (1) Kemungkinan
masalah yang akan muncul adalah anak-anak makin bosan berada di sekolah. Lebih-lebih
kalau cara mengajar guru seperti yang selama ini. Jalan keluar guru perlu
mengajar dengan lebih menarik dan membuat anak gembira belajar. Tapi apakah
guru mampu berubah cepat? Kita sudah berapa kali berubah kurikulum 1984 (CBSA),
2004 (KBK) dan 2008 (KTSP) cara-cara mengajar guru tidak berubah. Lebih banyak
menatar, meminta murid menghafal dan latihan-latihan (drill) menyiapkan UN.
(2) Pemerintah mengatakan: pelajaran akan menarik dengan metode baru.
Tapi apakah guru siap mewujudkan ideal yang diharapkan pemerintah tersebut?
Mungkin perlu penelitian. Kelihatannya ini asumsi oknum-terterntu yang
kebetulan duduk dalam pemerintahan.
c. Penambahan
Jumlah Jam Pelajaran Agama
Adapun penambahan jumlah jam pelajaran Agama pada;
SD dan yang sederajat bertambah dari 2 jam/minggu menjadi 4
jam/minggu.[15] Jam Pelajaran agama di SMP, bertambah dari 2 jam/minggu menjadi
3 jam per minggu. Bertambahnya Jam pelajaran agama dan PPKn ini dengan
harapan “pembentukan karakter” dan “moral” anak menjadi lebih baik. Apakah ada
korelasi penambahan jumlah pelajaran agama dan PPKn dengan karakater? Proses
pembentukan karakter ditentukan oleh lingkungan hidup anak (keluarga, sekolah
dan masyarakat). Apa yang diobservasi anak akan cenderung ditiru oleh anak.
Apa konsekwensi menambah jumlah pelajaran agama dan
PPKn? Bertambahnya jumlah guru agama dan PPKn.
d. Jumlah Mata
Pelajaran dikurangi tapi Jumlah Jam Belajar ditambah
Di negara lain, termasuk di Finlandia, jumlah mata
pelajaran tetap banyak tapi jumlah total jam pelajaran per minggu dibatasi.
Kurikulum 2013 kurangi jumlah mata pelajaran tapi menambah jumlah jam pelajaran
per minggu (Pak S. Belen dari Pusat Kurikulum). Hal ini masih memerlukan
penelitian bagaimana keadaan emosi anak-anak di sekolah? Dengan jumlah
jam pelajaran yang seperti sekarang ini saja, bagaimana “suhu emosi”
mereka?[16]
Faktor penentu sukses belajar anak adalah anak
tertarik dan suka / senang mempelajari sesuatu, itu adalah metodologi yang
mengaktifkan dan membuat kreatif siswa, bukan lamanya waktu. Indonesia adalah
negara di dunia yang jumlah hari belajar efektif atau jumlah hari siswa ke
sekolah per tahun tertinggi di dunia – 220 hari.
e. Materi
Pelajaran IPA diintegrasikan dalam Mapel Bahasa Indonesia
Mungkin maksud dari pemerintah dengan poin ini
adalah; (1) Menggabungkan Sains dengan bahasa Indonesia – membingungkan fokus
materi yang akan diajarkan pada anak. Materi Pelajaran (Mapel) IPA punya
indicator sendiri. Bahasa Indonesia juga punya indikatornya sendiri. Tidak bisa
diintegrasikan.[17] (2) Jika IPA atau IPS diajarkan ke dalam Bahasa Indonesia,
perlu dipertanyakan pengukurannya. Perlu diperjelas apakah pelajaran tersebut
berdasar pada kaidah bahasa atau sains. (Iwan Pranoto, Guru Besar Matematika
Institut Teknologi Bandung). (3) Apa konsekwensi menghapus IPA dan IPS pada
anak-didik kelak? Seharusnya kita mempersiapkan anak-didik pada bidang sains
sejak dini.
Sebagai bahan catatan penulis adalah; (1) Justru
pelajaran Bahasa, bisa masuk ke Sains atau IPS. Tidak boleh dibalik. Bahasa
Indonesia memakai konsep sains atau ilmu pengetahuan sosial. Misalnya teks yang
perlu dianalisis dalam sebuah bahasa berisi “artikel tentang tatanan kehidupan
sosial” (IPS) atau “artikel penemuan ilmiah” (IPA). (2) Bahasa dapat diterapkan
pada semua mata pelajaran. Sebab kompetensi mendengarkan, beribicara, membaca
dan menulis dapat dikembangkan pada semua mata pelajaran dengan tematik
integratif. (Sam Mukhtar Chaniago, Dosen pada Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia Universitas Negeri Jakarta, (KOMPAS, 4 Desember 2012). (3) Kurikulum
tematik dikembangkan oleh guru. Hal itu terjadi di Inggris, Finlandia,
Australia, AS, Singapura. Pada Kurikulum 2013 pemerintah pusat menentukan tema
dan buku pelajaran yang akan diterbitkan nantinya per tema. Di sini terjadi
lompatan yang berisiko. Yakni, tema-tema tampaknya bisa tidak sesuai dengan
konteks. masing-masing sekolah di berbagai daerah dengan ciri-ciri khas
masing-masing.
f. Kkllll
g. kkkk
Daftar Rujukan
Ahid, Nur. Konsep Pendidikan Islam dalam Keluarga.
Tesis, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1993.
Azra, Azzumardi. Esei-esei Intelektual Muslim
Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998.
Franklin, Babbit. The Curriculum. Boston: Hounghton
Mifflin, 1918.
Hamalik, Oema. Pengembangan Kurikulum. Bandung:
Mandar Maju, 1991.
Langgulung, Hasan. Manusia dan Pendidikan: Suatu
Analisa Psikologik dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka al-H usna, 1989.
Sukmadanata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum
Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000.
Syarif, A. Hamid. Pengembangan Kurikulum. Surabaya:
Bina Ilmu, 1996.
Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta: Armas Duta Jaya, 1990.
http://kampus.okezone.com/read/2013/01/07/373/742518/kurikulum-2013
[1]. Fitrah di sini dimaksudkan sebagai potensi
dasar manusia yang dibawa sejak lahir, di antaranya adalah agama, intelek,
sosial, susila, seni, ekonomi, kawin, kemajuan, persamaan, keadilan,
kemerdekaan, politik, ingin dihargai, dihormati dan lain sebagainya. Lihat Nur
Ahid, “Konsep Pendidikan Islam dalam Keluarga”, (Tesis, IAIN Sunan Kalijaga,
Yogyakarta, 1993), 20
[2] . Untuk merealisasikan kehendak tersebut yang
tepat adalah pendidikan. Pendidikan merupakan bimbingan dan pertolongan secara
sadar yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik sesuai dengan
perkembangan jasmaniah dan rohaniah ke arah kedewasaan. Peserta didik di dalam
mencari nilai-nilai hidup, harus dapat bimbingan sepenuhnya dari pendidik,
karena menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan
suci/fitrah sedangkan alam sekitarnya akan memberi corak warna terhadap nilai
hidup atas pendidikan agama peserta didik. Lihat; Zuhairini, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), cet. 2, hlm. 170.
Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT:
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $Zÿ‹ÏZym 4 |NtôÜÏù
«!$# ÓÉL©9$# tsÜsù
}¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏ‰ö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ
ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$# ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ
ÇÌÉÈ
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus
kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia
diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada
manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak
beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
[3]. Lihat juga Sudirman, Ilmu Pendidikan (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1987), 4.
[4]. Azzumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim
Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), 3.
[5] . Dalam sistem itu didukung oleh nilai-nilai dan
norma-norma yang dimiliki dan diyakini oleh masyarakat yang bersangkutan.
Keterikatan itu menempatkan manusia menyatu dengan nilai-nilai yang sifatnya
universal. Karena itu, manusia dapat dikatakan sebagai makhluk yang mempunyai
kesadaran moral dan keagamaan.
[6] .Pendidikan karakter adalah Salah satu hal yang
sederhana karena kata ‘karakter’ adalah semua pengembangan diri siswa dalam
interaksi belajar hingga awal dan berakhirnya proses pengajaran bisa tercapai
pembentukan siswa yang berkarakter. Pendidikan karakter di sekolah sangat
diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga.
Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya,
anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Namun banyak orang tua yang
lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter.
[7] . Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktek (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 27.
[8] .
http://kampus.okezone.com/read/2013/01/07/373/742518/kurikulum-2013.
[9] . Nana Syaodih Sukmadinata, Op.cit, hlm, 28
[10]. Misalnya, agar lulusan dapat menjawab
kebutuhan-kebutuhan masyarakat seperti: mampu menciptakan lapangan kerja
sendiri, karena punya keahlian (wiraswasta); dan lulusan yang trampil bekerja
pada industry (karena sudah profesional).
[11] . Kompetensi: kebiasaan berpikir dan bertindak
yang merupakan perwujudan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dipelajari.
Standar kompetensi lulusan: kemampuan lulusan satuan pendidikan tertentu yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi dasar: kemampuan
minimal peserta didik untuk setiap matapelajaran pada setiap kelas yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan terkait atau bermuatan substansi.
Standar Isi: tingkat kompetensi dan lingkup materi yang dituangkan dalam kriteria
tentang kompetensi lulusan, kompetensi inti, kompetensi dasar matapelajaran,
dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang
dan jenis pendidikan tertentu. (Penjelasan istilah-istilah Kurikulum 2013,
slide 98; http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id/presentasi/slide/97).
[12] .Kompetensi pelajar Indonesia masih di bawah
pelajar lain di Asia, seperti Jepang, Thailand, Singapura, dan Malaysia. Hanya
5 persen pelajar Indonesia memiliki kompetensi berpikir analitis. Kompetensi sebagian
besar pelajar pada tingkat mengetahui. Data itu mengacu laporan McKinsey Global
Institute ”Indonesia Today” dan sejumlah data rangkuman Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. KOMPAS, 3 Desember 2012
[13] .Mendikbud Mohammad Nuh, KOMPAS, 3 Desember 2013
[14] .Henny Supolo Sitepu, pelatih guru dari sekitar
2.000 sekolah, mengatakan, naskah Kurikulum 2013 sangat indah dan menarik,
tetapi abstrak. Pelaku di lapangan, mulai dari guru, kepala sekolah, dan
pengawas sekolah, sulit untuk menerjemahkan secara konkret target yang ingin
dicapai dalam kurikulum baru ini. ”Kami menghargai kurikulum yang sudah dibuat
Kemendikbud. Namun, kurikulum yang dibuat banyak memunculkan jargon yang
abstrak, tidak jelas ukurannya. Sebagai contoh, murid diharapkan memiliki ’akhlak
mulia’, tidak jelas fokusnya,” kata Henny dari Yayasan Cahaya Guru. KOMPAS, 5
Desember 2012
[15] .Bila Pelajaran Agama ini ditambah, dengan
kompetensi hanya untuk semakin mengenal dogma-dogma agamanya sendiri dan bukan
untuk semakin kritis, serta mengenal agama-agama lain dan menghargainya, maka
penambahan jumlah jam pelajaran ini – akan menciptakan generasi yang cenderung
bersikap fundamentalis. Tambah lagi, bila pelajaran agama ini dibawakan seperti
selama ini – boleh ditanyakan dan dibuat penelitian – dengan cara-cara ceramah,
mencecokkin anak, maka pelajaran ini makin membosankan anak. Jadi bukannya
membuat anak gembira, malah makin merasa bosan berada di sekolah. Apakah
penambahan jumlah jam pelajaran agama ini secara nasional ada tujuan khusus? Mau
menggunakan ruang publik untuk menanamkan dogma-dogma agama? Agar generasi
makin mengenal lebih baik agamanya sendiri dan bersikap kritis terhadap agama
lain? Lalu bagaimana dampaknya nanti pada sikap toleransi dengan agama lain?
[16] . Sejak Daniel Goleman (1990) mengemukakan
kecerdasan emosi, maka mulailah dirancang metode SEL (Social Emotional
Learning). Dari serangkaian penelitian pada beberapa sekolah di kota-kota
Amerika, dengan pertanyaan survei pada peserta-didik. Kepada setiap
peserta-didik ditanayakan, “Dari 24 jam waktunya dalam sehari, kapan waktu
paling ia berbahagia?”
Jawaban mereka sangat
mengejutkan. Yakni waktu mereka keluar dari rumah dan sebelum sampai di
sekolah. Atau waktu mereka keluar dari sekolah dan sebelum sampai di rumah. Peserta-didik
ini juga mengisi kuesioner yang menggambarkan keadaan emosi mereka selama
berada di sekolah. Hasilnya sangat mengejutkan. Skala emosi peserta-didik
selama berada di sekolah sama persis dengan skala emosi mereka yang berada di
dalam penjara. Dari situ, dikembangkan metode SEL dalam dunia pendidikan, untuk
para guru, SEL bagi orang tua, dan bagi para peserta-didik berkebutuhan khusus.
Keterangan lengkap mengenai SEL, lihat
http://en.wikipedia.org/wiki/Social_emotional_learning
[17] . Bahasa punya indikator pencapaian, IPA punya
indikator pencapaian. Indikator mana yang akan diambil oleh mapel integrasi?
Jika ambil indikator bahasa, akan terjadi pengurangan materi IPA. Ini akan
menyebabkan terjadinya proses pembodohan bangsa.Jika ambil indikator IPA, akan
timbul pertanyaan kenapa mapel integrasi ini tidak disebut sebagai mapel IPA
(bukankah isi dan indikatornya adalah IPA?). Kenapa harus disebut maple Bahasa
Indonesia? Sulit sekali mengintegrasikan IPA dengan bahasa, terutama untuk IPA
kls 4-6 SD. Sampai saat ini kami (= Prof. Yohannes Surya, Ph.D) baru berhasil
mengintegrasikan materi IPA SD kelas 1. Kelas 2 kesulitan integrasi ini sangat
terasa. Kls 4-6 sangat sulit sekali (contohnya bagaimana mengintegrasikan
listrik, magnet ke bahasa Indonesia).Ada istilah-istilah IPA yang berbeda
dengan istilah-istilah umum bahasa Indonesia misalnya “usaha”, “gaya”, “daya”
dsb.
Ini juga menyulitkan integrasi. Anak kls 4-6
SD sering berpikir kritis, menanyakan pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan
hanya “membaca” atau “menulis” seperti dlm pelajaran bahasa Indonesia.
Misalnya: kenapa air menguap? Kenapa kita cegukan? Kenapa awan ada yang hitam
dan ada yang putih? Mengapa kapal besi bisa terapung? Mengapa daun putri malu
menguncup ketika disentuh? Anak kls 4-6 SD suka diajak eksplorasi sains,
sesuatu yang sulit dilakukan dalam pelajaran bahasa Indonesia biasa. Misalnya
eksplorasi tentang mana yang lebih disukai semut, gula merah atau gula putih,
eksplorasi tentang baterai merek apa yang paling tahan lama, eksplorasi membuat
kapal kertas yang bisa terbang paling lama dsb.
Tidak satupun negara yang melakukan integrasi IPA
dengan bahasa! Belum ada success story integrasi ini! Dengan melakukan
integrasi ini secara massal di seluruh Indonesia, kita sedang mempertaruhkan
masa depan bangsa kita pada sesuatu yang tidak punya justifikasi yang jelas.
(Prof. Yohannes Surya, Ph.D)
Komentar